­

Review: Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan dalam Timbangan Islam - Siti Muslikhati

December 15, 2020



Judul Buku: Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan dalam Timbangan Islam
Penulis: Siti Muslikhati
Kategori: Non-Fiksi
Penerbit: Gema Insani
Tahun Terbit: 2004
Jumlah Halaman: 152 Halaman
ISBN: 979-561-955-1
Rating: 4,8/5

Kekerasan dalam rumah tangga? Diskriminasi upah? Eksploitasi? Pelecehan?

Fakta-fakta kasus itu memang ada. Lalu, di manakah letak akar masalahnya? Apakah gender yang harus menanggung beban sebagai tertuduh dari segala praktik ketidakadilan itu sebagaimana kampanye feminisme? Ataukah...?

Paparan dalam buku ini mengalir cermat dan lugas, membedah dengan cukup objektif sebuah agenda milik bersama abad ini: Pemberdayaan Perempuan, dengan kecerdasan kemanusiaan yang tak lupa pada sangkan parannya, ialah ridho Sang Pencipta tentunya.

Selamat berwacana!

***

Semenjak membeli bukunya pada bulan September yang lalu, kemarin akhirnya saya bisa mengkhatamkan buku ini secara sempurna. Berawal dari kesengajaan melihat seluruh highlight story akun Instagram Mbak Shabrina Fillahi (setelah kenal dengan beliau lewat salah satu kajian yang resume materinya bisa dilihat disini) dimana salah satunya berisi mengenai rekomendasi buku-buku 'keperempuanan' yang tampaknya menggungah untuk dibaca, maka saya memutuskan untuk membeli salah satu diantaranya, yaitu buku ini terlebih dahulu, meskipun lumayan sulit mencarinya di e-commerce karena terbitan pertamanya sudah sejak tahun 2004 yang lalu. Make sense, karena hingga sekarang pun saya memang masih concern untuk mempelajari isu feminisme dan kesetaraan gender, topik yang sebetulnya sudah lama sekali menjadi bahan perbincangan berulang, sejalan dengan semakin masif dan progresif pula isu ini bergerak di tengah masyarakat global.

Gambar 1. Cover Depan Buku 'Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan dalam Timbangan Islam - Siti Muslikhati' 
'Kecil-tipis cabai rawit' menjadi ungkapan yang tepat dan refleks saya gumamkan ketika selesai membaca buku ini. Bagaimana tidak, dengan jumlah halaman yang tidak terlalu banyak dan materi yang cukup dibagi ke dalam 5 bab saja, ternyata sudah dapat merangkum seluruh jawaban dari banyak pertanyaan dan ketidakpahaman saya mengenai feminisme dengan kaitannya terhadap sudut pandang Islam selama ini. Meskipun tergolong sebagai buku berhalaman tipis, tetapi nyatanya butuh usaha ekstra juga agar saya bisa mengkonstruksikan seluruh informasi yang disajikan secara utuh. Suatu hal yang lumrah dimana isi buku tentu akan terasa berat dicerna jika membaca sepotong demi sepotong diselingi durasi antar waktu yang lama. Berkaca pada diri yang baru menyelesaikan buku ini selama 3 bulan lamanya dengan jarak membaca cukup jauh, saya merasakan betul ada momen delay ketika suatu waktu baru melanjutkan kembali membaca setelah hampir sebulan tidak berprogres. Saya harus melakukan teknik baca skimming kembali ke halaman-halaman sebelumnya, memulihkan ingatan agar tidak bingung atau kehilangan korelasi dengan materi di halaman selanjutnya.

Gambar 2. Tampilan Salah Satu Halaman Buku 'Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan dalam Timbangan Islam - Siti Muslikhati' 
Seperti yang telah disebutkan, buku ini memuat 5 bab, dimana bab pertama berisi pendahuluan, sebagai pengantar yang menyeritakan secara singkat apa saja yang akan dibahas dalam bab-bab berikutnya, serta memberikan penekanan akan fitrah dan adanya potensi dalam diri manusia (terutama perempuan) yang secara istimewa Allah berikan. Bagian pendahuluan ini seperti dimaksudkan sebagai pancingan untuk pembaca agar berpikir secara kompleks mengenai ide-ide dan gaung feminisme sebelum kemudian diajak untuk menelaah satu-persatu poin dan mencari jawaban atas pikiran-pikiran tersebut secara lebih spesifik.

Pada bab kedua, memuat bagaimana sejarah lahirnya istilah gender dan munculnya konsep feminisme secara gamblang, dijabarkan pula perkembangan dan macam-macam aliran dalam feminisme. Namun, dimulai dengan penjelasan bahwa ternyata ada perbedaan istilah yang selama ini dianggap serupa tapi justru tak sama, yaitu sex dan gender. Membicarakan mengenai gender pertama kali karena kesetaraan gender menjadi konsep besar yang diusung feminisme. Berlanjut pada definisi feminisme sebagai sebuah kesadaran atau reaksi kritis akan suatu keadaan pun kemudian melahirkan gerakan yang pada intinya membicarakan tentang wilayah culture (pelabelan). Gerakan ini merupakan respons terhadap adanya ketidakadilan kedudukan perempuan yang dianggap manusia tidak sempurna, sumber keburukan/bencana, dan pendapat senada lain yang sering dijumpai dalam tradisi agama-agama, pembagian kerja yang hanya dominan di sektor domestik, juga anggapan mengenai budaya patriarki, sehingga perempuan tersubordinasi, terjadi marginalisasi, terjadi penindasan serta kekerasan. Sehingga mereka—para aktivis feminisme—menginginkan adanya dekontsruksi peran gender, yang membuat perempuan bisa meraih kebebasan (emansipasi).

Ada pula pemaparan mengenai ragam gerakan feminisme, dimana sejauh ini sudah ada empat aliran besar (yang sering disebut aliran feminisme modern), yaitu feminisme liberal, feminisme marxis, feminisme radikal, dan feminisme sosialis. Meskipun sebenarnya ada pula aliran feminisme kultural, yaitu ekofeminisme. Aliran-aliran ini memiliki perspektif dan bentuk perjuangan yang memang berbeda-beda, walaupun pendapat mengenai end goals-nya relatif sama. Yang menarik, aliran ekofeminisme justru cenderung menerima perbedaan antara laki-laki dan perempuan, supaya dengan menonjolkan sifat kefemininan (tidak berusaha mengadopsi kualitas maskulin) itulah budaya patriarki dapat dihapuskan.

Menuju bagian akhir bab kedua, terdapat penjelasan terkait sosialisasi strategis feminisme, dimulai dari dijadikannya ide feminisme sebagai isu global pada forum PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) tahun 1975-1985, sampai isu keperempuanan ini mewabah dan menular dalam berbagai bentuk forum di tingkat internasional, nasional, regional, maupun lokal. Bahkan melanda hingga ke masyarakat Indonesia dan umat Islam pada khususnya. Dari situ dapat terlihat, bahwa ada upaya peningkatan peran perempuan di sektor publik dengan melibatkannya di dalam arus besar pembangunan. Surprisingly, saya baru tahu bahwa indikator pembangunan kualitas yang ditetapkan oleh UNDP (United Nations Development Programme) sempat bertambah (sebelumnya hanya menggunakan Human Development Index), salah satunya karena ada pengaruh konsep kesetaraan gender yang dibawa feminisme, diwujudkan lewat perhitungan GDI (Gender Development Index) yaitu kesetaraan dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan ekonomi; serta GEM (Gender Empowerment Measure), yang mengukur kesetaraan dalam partisipasi politik. Sebagai seorang mahasiswi yang sudah pernah mengambil mata kuliah Demografi serta Geografi Penduduk, mempelajari dinamika kependudukan serta belajar menelisik data-data, pengetahuan saya rupanya masih tertinggal, tidak memahami setiap reason dibalik indikator pengukuran sebelumnya.

Lanjut ke bab ketiga, kita disuguhkan topik bahasan menimbang relevansi ide feminisme, diantaranya mengkritisi cara berpikir feminisme. Terdapat poin-poin yang mengupas sejauh mana rasionalisasi beberapa prinsip feminisme yang tidak bisa dipaksakan untuk diterapkan dalam sebuah kelompok masyarakat, seperti feminisme yang terlahir dalam konteks sosio-historis (terutama di Barat), feminisme bersifat sekularistik, cara pandang yang individualistik dan emosional, materi dijadikan ukuran kebahagiaan, serta pemaknaan politik dari sudut pandang yang sempit. Berikutnya, ada pembahasan upaya implementasi ide feminisme yang selalu gagal, contohnya pada eksperimen yang dilakukan negara Uni Soviet dan negara-negara Skandinavia, berdampak pada runtuhnya institusi keluarga hingga menghadapi ancaman besar: 'Lost Generation'.

Setelah mencapai klimaks hingga bab ketiga, di bab keempat akhirnya penulis mulai menyajikan bagaimana solusi untuk membentengi diri dari gempuran ideologi feminisme ini. Di bab ini dipaparkan terlebih dahulu tentang kerangka ideologi Islam serta perbandingannya dengan ideologi barat. Diawali dengan penjabaran mengenai siapa itu manusia, bagaimana karakteristiknya, apa saja kebutuhannya (kebutuhan jasmaniah dan naluriah). Dijelaskan bahwa manusia itu makhluk yang memiliki kelebihan akan panca indera dan akal. Namun, akal manusia memang terbatas oleh waktu dan tempat, hanya sebatas apa yang bisa dijangkau oleh panca indera dan tidak lebih. Dengan keterbatasan inilah kemudian standar aturan kehidupan yang dibuat dengan mengandalkan akal saja akan menjadi sangat nisbi, relatif, dan berubah-ubah mengikuti perputaran waktu dan tempat. Hal ini kemudian menyambung dengan bagaimana hukum/ketetapan yang diciptakan manusia memang amat berbeda jika tidak berlandaskan hukum/ketetapan yang berasal dari Allah, menyinggung bermacam-macam ideologi barat yang sangat kontradiktif dengan ideologi Islam.

Sebagai tambahan, kita akan diajak pula memahami apa itu ghazwul fikr atau perang pemikiran. Ideologi feminisme yang diluncurkan oleh barat bukan tidak mungkin menjadi salah satu upaya untuk memperdaya umat Islam saat ini, karena mereka tidak bisa lagi menggunakan cara penjajahan politik karena bersebrangan dengan ide-ide yang juga sudah mereka kembangkan sendiri (liberalisme, persamaan, persaudaraan). Kita ditantang untuk berpikir menggunakan logika semata, tanpa memperhatikan keimanan atau akidah terlebih dahulu. 

Terakhir, di bab kelima, setelah sebelumnya dikokohkan interpretasi bahwa feminisme bukanlah hasil dari pemikiran dan tradisi Islam serta telah jelas bagaimana batas ideologi Islam dengan ideologi diluarnya, kita akan menyelami lebih dalam bagaimana pola relasi laki-laki dan perempuan dalam pandangan Islam. Kita akan mengetahui sebenarnya seperti apa posisi laki-laki dan perempuan, adakah diskriminasi antara keduanya, bagaimana hukum pergaulan antara keduanya, serta bagaimana sebaiknya peran aktivitas perempuan di sektor domestik dan sektor publik, tanpa merasa kedudukan perempuan itu sendiri menjadi ternomorduakan, tidak mendapatkan keadilan, dan sebagainya.

Sebagai penutup, ditilik dari sejarahnya, ide feminisme ini di awal memang sebetulnya memiliki niat cukup baik karena ingin mengangkat derajat perempuan dari keterpurukan (banyak kasus perempuan buta huruf, miskin, tidak punya keahlian). Namun, seiring berjalannya waktu, ide feminisme justru berkembang menjadi paham yang menabrak berbagai sistem dan menjadi alat untuk menghancurkan suatu tatanan. Saya sangat merekomendasikan buku ini sebagai bahan bacaan teman-teman, saudari muslimah pada khususnya. Review yang saya tuliskan disini hanya merepresentasikan sepersekian juta dari isi buku secara keseluruhan yang padat dan kaya. Buku ini akan menjadi muara dari segala tanya kita mengenai perbedaan antara laki-laki dengan perempuan—membedahnya dari sisi Islam, mengapa kita harus tegas bersikap—menolak ideologi feminisme, terlebih saat ini virus feminisme mudah menyusup dan pintar dalam bersiasat agar kita terjebak kedalamnya.

You Might Also Like

0 comments