Women Scholars in Islam #3: Memahami Makna Adab dalam Menuntut Ilmu, Perbedaan Adab dan Akhlak (2)
February 15, 2021Pemateri: Dr. Abas Mansur Tamam
Hari, tanggal: Sabtu, 6 Februari 2021
Penyelenggara: Frasa (@frasa.in on Instagram)
Lihat catatan Memahami Makna Adab dalam Menuntut Ilmu, Perbedaan Adab dan Akhlak (Part 1) terlebih dahulu disini.
KEPRIBADIAN PENCARI ILMU
- Membersihkan Hati
Ilmu merupakan ibadah dan taqarrub-nya hati. Seperti shalat (termasuk ibadah fisik) yang tidak sah kecuali dalam keadaan bersih dari najis dan hadas. Sedangkan ilmu (termasuk ibadah hati) juga tidak sah kecuali dalam keadaan bersih dari akhlak yang tercela. Jika hati kita suci dan siap menerima ilmu, maka keberkahan dari ilmu tersebut akan terus bertumbuh kembang. Sahel Al-Tustari mengatakan bahwa mustahil hati dimasuki cahaya, ketika di dalamnya mengandung sesuatu yang tidak disukai Allah.
- Menjauhi Dosa
- Niat yang Ikhlas
Inilah mengapa keikhlasan menjadi adab yang paling berat, hingga Sufyan Al-Tsauri mengatakan, "Aku tidak menyiasati sesuatu yang lebih besar dari niatku. Ia berbalik kepadaku." Maka ketika kita mencari ilmu dan memulainya dengan kalimat basmalah serta berdo'a agar Allah menambahkan ilmu kepada kita, itu disebut sebagai kesadaran bahwa ilmu memang semata-mata didapatkan karena Allah yang memberikan. Kemudian menyambung dengan adab untuk tawadhu kepada ulama atau guru yang mengajar, juga orang-orang yang menyertai dalam proses pengajaran tersebut (termasuk dalam hal ini teman kita).
Yang kemudian dianggap menjadi sesuatu yang sulit dalam menjaga keikhlasan adalah soal godaan materi. Al-Qori menjelaskan bahwa orang yang mengikhlaskan niatnya kemudian belajar karena Allah, keikhlasan itu tidak dirusak oleh keduniaan yang dia peroleh, asal tidak dijadikannya tujuan dalam belajarnya. Artinya, bukan jadi persoalan jika Allah menjadikan ilmu sebagai perantara dalam memberikan rezeki. Yang menjadi masalah adalah kalau memang orientasinya untuk harta.
Keikhlasan dalam ilmu justru akan membuat dunia mendatanginya, tanpa berharap banyak padanya. "Siapa yang menjadikan akhirat sebagai obsesinya, Allah akan menutupi keperluannya, menjadikan rasa cukup dalam dadanya, dan dunia akan mendatanginya sementara dia tidak banyak berharap kepadanya." (HR. Abu Daud, Ibnu Majah).
- Mengikuti Proses Belajar dengan Baik
Misal, Umar bin Khattab yang tinggal di luar kota Madinah dan jauh dari masjid tempat Rasulullah berada serta memiliki beberapa kesibukan menyebabkannya tidak dapat menemani Rasulullah. Tapi Umar berkata, "Aku bergiliran dengan seorang tetangga. Jika satu hari aku menemani Rasulullah, maka aku akan menceritakan ayat yang diturunkan ataupun hadits yang disabdakan oleh Rasulullah, kemudian besoknya tetanggaku itu akan melakukan hal yang serupa." Maka tidak ada alasan untuk tidak mengikuti pembelajaran, dan tidak ada orang yang tidak sibuk atau sulit dalam menjalani hidupnya.
- Sabar dalam Belajar
Belajar dari salah satu kisah, yaitu kisah Ibnu Abbas, dimana beliau bercerita, "Aku mencari ilmu dan tidak diperoleh lebih banyak kecuali di kalangan Anshar. Aku mendatangi seseorang dan bertanya tentang orang yang ingin aku temui. Yang ditanya pun menjawab, "Sedang tidur." Maka, aku berselimut dengan selendang dan berbaring sampai dia keluar untuk Shalat Dzuhur. Dia bertanya, "Sejak kapan engkau disini wahai anak paman Rasulullah?" Aku menjawab, "Sudah lama." Dia berkata kembali, "Mengapa tidak memberi tahuku?" Aku menjawab, "Aku ingin agar engkau keluar setelah memenuhi hajatmu."" (Sunan Ad-Darimi).
ADAB KEPADA GURU
- Memuliakan Guru
- Beradab Kepada Guru
- Bertanya dengan Santun
Ada adab bertanya yang harus diperhatikan. Dikisahkan bahwa ketika Ali berhadapan dengan Ibnu Al-Kuwa, Ali memintanya untuk bertanya. Lalu, Ibnu Al-Kuwa bertanya tentang beberapa masalah. Maka, Ali berkata, "Celakalah. Bertanyalah dalam rangka memahami, bukan untuk membangkang." Jangan sampai kita mengajukan pertanyaan yang dimana guru memahaminya sebagai sebuah rangka pengujian baginya atau membanggakan diri atas pengetahuan yang mungkin belum diketahui guru atau teman-teman kita. Bertanyalah karena kita ingin mendapatkan pengetahuan yang lebih banyak darinya, atas dasar hormat padanya. Dalam hadits riwayat Ahmad, dijelaskan bahwa sesungguhnya Allah tidak menyukai darimu banyak berbicara dengan tidak benar (qila wa qala), menyia-nyiakan harta, dan banyak bertanya.
- Mendengarkan dengan Baik
- Tetap Kritis
0 comments